Sunday 30 August 2015

Lebah, Rintik Hujan dan Matahari

Suatu hari ponselku berdering, berkali-kali, menyesakan hatiku dan telingaku. Dan kutolak ia, berkali-kali hingga bosan rasanya dan kebas jemariku, sembari berharap seseorang di ujung sambungan tidak menganggap penolakan ini serius dan personal. Lalu, setelah satu dua menit, setelah tiga empat kali sambungan yang sama, kesunyian yang panjang menyergapku. Dan aku tenggelam di dalamnya, tertelan mentah-mentah dalam kediaman dan kesendirian yang kuinginkan. Aku berbaring di atas lantai kamarku, yang berdebu dan digunungi oleh tumpukan baju, piring kotor dan buku-buku. Dari balik jendela dan bunga-bunga yang mengering karena kurang air, aku bisa melihat langit membiru dan awan-awan berarak lembut. Mendadak aku merasa diriku telanjang. Baju dan kulitku dan dagingku mengelupas, lalu tulangku menguap menjadi embun. Lantas yang tersisa hanya jiwaku, yang kecil dan mengeliat lemah layaknya serangga musim panas.

Aku ingin mengulang waktu. Aku iri pada lebah, rintik hujan dan matahari, yang pada setiap penciptaannya mengandung kebaikan.

Lalu aku menangis.

Dongeng I: Matahari

Ketika aku kecil, aku berjanji (dengan bodoh dan naifnya) pada diriku sendiri bahwa kelak akan kutulis banyak kisah. Dan aku bertekad bahwa kisah pertama yang akan kutulis dengan serius adalah sebuah dongeng; tentang gajah yang buta, peri-peri rawa, putri yang menyelamatkan api dan setan-setan tengah malam. Mungkin karena dahulu sekali, aku dibesarkan oleh dongeng-dongeng, yang ditempa dan dijalin dengan rapi, rajut merajut hingga serupa lilitan bintang (meski sekarang, membaca menjadi kegiatan yang mahal, terhimpit atas kesibukan yang diada-adakan dan waktu yang kupura tidak menyisa.)

Saat aku berumur sepuluh tahun, aku mulai menulis puluhan dongeng yang tidak pernah selesai, hilang dan rusak oleh pergeseran tempat dan waktu. Lalu ketika adikku yang paling kecil tumbuh setinggi pinggangku, aku mulai menceritakannya ratusan kisahbaik yang kubaca dan kurangkaiberkali-kali, hingga ia beranjak dewasa. Di bawah ini adalah salah satu cerita yang kutulis nyaris tiga tahun lalu, berdasarkan hikayat dan syair dari barat dan timur yang aku temukan di buku-buku, di film-film, dan pada dongeng-dongeng pengantar tidur yang dibisikan nenekku di larut malam. Aku tidak tahu apakah aku akan melanjutkan untuk menaruhnya disini. Namun, meski sekarang aku tidak menempatkan seluruh kisahnya, rasa-rasanya tidak apa dibacakan disini. Dan meski kamu mungkin belum mengantuk, rasa-rasanya tidak apa pula kamu dengarkan serupa dongeng pengantar tidur. Maka ini adalah penggalan pertama sebuah kisah akan seorang gadis yang memiliki segalanya lalu mati bunuh diri.

Terakhir, selamat tidur.

*

佳人歌
The Beauty Song
北方有佳人,絕世而獨立。
In the north, there is a beauty, surpassing the world, she stands alone
一顧傾人城,再顧傾人國。
A glance of her will overthrow a city; another glance will overthrow the world
寧不知傾城與傾國。
One would rather not know whether it will be a city or a nation that will be overthrown
佳人難再得。
As it would be difficult to behold such beauty again

— Li Yannian, Han Dynasty


Syahdan, hiduplah seorang putri yang teramat cantik jelita.

Atau begitulah biasanya kisah-kisah dimulai dari bibir-bibir tukang cerita yang berkeliling negeri, membawa dongeng-dongeng ajaib dari tempat-tempat yang jauh dan tidak dikenaltentang cinta, keberanian, keserakahan, kebaikan dan pengampunanmenuju rumah-rumah yang berdempetan di desa-desa, di pegunungan, di perbukitan, di dusun-dusun dan di balik hutan-hutan. Lalu diakhiri dengan kata-kata indah, yang diucapkan bagaikan sebuah mantradan mereka hidup bahagia selamanyasebelum anak-anak kecil, dengan jari-jari mungil dan mata mereka yang dalam dan berpijar penasaran, mendengkur dalam keliman selimut dan dilindungi malam. Kisah ini adalah kisah serupa, atau paling tidak, seperti ribuan kisah-kisah yang dibisikan di telingamu nun ketika kamu kecil, akan dimulai dengan kata-kata yang sama:

Syahdan, hiduplah seorang putri yang teramat cantik jelita.

Ia adalah putri mahkota dari sebuah kerajaan yang kaya dan sejahtera. Rakyatnya hidup bahagia, cukup dan dicukupkan. Perkebunan dan pertanian tumbuh di tanah-tanah subur, pertambangan mereka dilimpahi oleh emas dan safir, lalu pohon-pohon dan bunga-bunga merekah di padang-padang luas yang menghampar bagai permadani. Dalam tigaratus enampuluh hari, tidak pernah ada badai, taifun ataupun salju yang menghantam negerinya. Sebagai gantinya, sinar matahari dan hujan mengguyur siang dan malammelindungi rakyatnya dari lapar dan panen yang buruk, menghadirkan musim panas yang tidak terlalu panas, musim dingin yang tidak mencekik, serta hari-hari berhujan dan semilir angin musim semi yang teratur.

Namun dari seluruh hal yang dimiliki oleh rakyat negeri selatansapi-sapi yang gemuk dan penuh air susu, padi-padian yang lezat dan buah-buahan yang masaktidak ada yang sebanding oleh kecantikan putri mahkota mereka, yang parasnya membuat bunga-bunga lisianthus menunduk karena malu dan burung alap-alap hilang keseimbangan lalu menyeruduk rawa-rawa.

Terkadang, pada hari-hari perayaan tertentu, Sang Putri akan keluar dari istananya dan, jika beruntung, rakyat negeri itu dapat melihat sekelebat keindahan parasnya atau mendengar suaranya yang berdenting layaknya lonceng musim panas. Anak-anak perempuan akan mengekorinya dengan penuh kekaguman, berimpi-impi dapat menjadi dirinya ketika dewasa. Pemuda-pemuda, ksatria-ksatria dan pangeran-pangeran datang melintasi hutan-hutan gelap dan menyebarangi samudra hanya untuk sekejap momen yang pendek itu. Lalu, bila ada dari rakyatanya yang melihat kekaguman terbersit di mata orang-orang asing itu, mereka akan menepuk dada mereka dan berujar dengan penuh kebanggan,

'ialah Putri Mahkota kami. Tataplah sepuasnya, wahai pengelana, selagi ia ada dan kamu bisa, karena begitu tenda-tenda perayaan dirobohkan dan gerbang istana ditarik masuk, kamu tidak akan melihatnya hingga musim panen depan tiba. Oh, tentu saja ia tidak berada di luar gerbang istana setiap saat, rembulan akan menangis bila putri kami berkeliaran, membuatnya malu karena bagai punuk yang merindu.'

Oh, ya, tentu saja, Sang Putri tahu tentang semua itu. Ia tahu penghormatan dan kekaguman itu. Semua orang terlalu sibuk memberitahunyapengasuhnya, ibu susunya, tukang kebun, tukang masak, pangeran-pangeran negeri jauh serta lirikan iri putri-putri tetanggabahwa ialah yang terindah dari semua keindahan negeri ini, bahwa setiap helai rambutnya dapat ditukarkan dengan berkarung-karung makanan yang cukup untuk mencegah rakyatnya mati kelaparan selama tujuh musim. Ia tahu semua itu. ia tahu semenjak ia bahkan belum benar-benar mengerti apa artinya 'indah' atau 'rupawan'. Ia tahu bahwa dirinya istimewa. Keajaiban, begitulah ayahnya selalu berkata setiap mencium keningnya dan memandang matanya lekat-lekat. Tapi, demi Tuhan, buat apa ia peduli dengan karung-karung jelek berisi kentang, daging asap dan sayur-mayur untuk para jelata. Ia terlahir cantik bukan untuk mempreteli rambutnya satu-persatu, yang gelap seperti malam dan bersinar serupa disepuh emas, hanya untuk memberi makan orang asing sementara ia berubah botak dan buruk. Astaga.

Oh, bila kalian mulai berjengit dan berkata, 'tidak mungkin ada gadis secantik itu (meski tentu mungkin ada orang semenyebalkan) itu,' maka maafkan aku, karena aku belum menceritakan asal muasal keindahan Sang Putri. Dan apabila ia kira dirinya istimewa, maka, sayangnya, teman pengelanaku, hal itu benar adanya. Namun jika ia mengira kecantikan adalah keistimewaannya, maka sungguh pandir dan celakalah ia.

Kisah ini adalah kisah seorang gadis paling indah yang, layaknya kisah-kisah yang kamu dengar sebelumnya, sungguh angkuh lagi sombong. Ia adalah gadis yang lahir dari sebuah pengorbanan paling tulus yang tertera dalam kitab kehidupan manusia, lalu kemudian tumbuh dewasa dan menikahi kematian.

Apabila kalian kebingungan, tidak apa-apa dan bersabarlah, karena perlahan-lahan akan aku ceritakan permulaan dari penciptaannya. Maka, sekarang bersandarlah dan peluklah keliman selimutmu karena ini mungkin akan menjadi perjalanan yang sedikit panjang...